Rabu, 09 Mei 2018

Mahasiswa IPB Kreasikan Rumput Laut sebagai Krim Tabir Surya

Rumput laut coklat mengandung senyawa fenolik berupa florotanin yang berfungsi sebagai pertahanan dari radiasi sinar ultra violet (UV).
Bogor (Antara Megapolitan) - Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan yang tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Rumput laut mengandung senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai pertahanan dari radiasi sinar ultra violet. Sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku krim tabir surya.

Penelitian ini dilakukan oleh Fevita Maharany, Nurjanah, Ruddy Suwandi (Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor-FPIK IPB),  Effonora Anwar (Universitas Indonesia) dan Taufik Hidayat (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).

Penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan komposisi kimia, senyawa fitokimia, vitamin E, dan aktivitas antioksidan ekstrak Padina australis dan Eucheuma cottonii. Rumput laut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelas, yaitu: Rhodophyceae (merah), Phaeophyceae (coklat),Cyanophyceae (hijau-biru) dan Chlorophyceae (hijau). Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut coklat dan rumput laut merah.

Rumput laut coklat mengandung senyawa fenolik berupa florotanin yang berfungsi sebagai pertahanan dari radiasi sinar ultra violet (UV). Menurut penelitian sebelumnya, florotanin dapat menangkap radikal bebas yang disebabkan oleh radiasi sinar UV. Rumput laut coklat juga diketahui mengandung senyawa flavonoid.

Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenolik yang memiliki gugus kromofor. Gugus kromofor tersebut menyebabkan kemampuan untuk menyerap gelombang sinar UV. Jenis rumput laut coklat yang potensial untuk dimanfaatkan salah satunya adalah Padina australis.

Produksi rumput laut di seluruh Indonesia berasal dari budidaya, antara lain dikembangkan di Jawa, Bali, NTB, Sulawesi dan Maluku. Hasil riset menyatakan, rumput laut E. cottonii mengandung protein, lipid, karbohidrat, a tokoferol, mineral, vitamin C, dan vitamin E, dapat mensintesis senyawa mycosporine (MAAs) yang berperan dalam absorpsi sinar UV.

Penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa rumput laut dapat digunakan dalam pembuatan kosmetik dalam bentuk karagenan, yaitu pada produk sabun, losion dan  gel topikal serta dalam bentuk bubur rumput laut untuk krim tabir surya.

Komposisi kimia P. australis kadar air 87,25%; abu 2,34%; protein 1,05%; lemak 0,58%; dan karbohidrat 8,78%, sedangkan komposisi kimia E. cottonii kadar air 76,15%; abu 5,62%; protein 2,32%; lemak 0,11%; dan karbohidrat 15,8%. Metode yang dilakukan yaitu rendemen ekstrak P. australis menggunakan pelarut metanol 4,55%; etil asetat 0,8% dan n-heksan 0,45%, sedangkan rendemen E. cottonii pelarut metanol 6,6%; etil asetat 0,5% dan n-heksan 0,35%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan vitamin E P. australis 162,75 µg/mL dan E. cottonii 158,07 µg/mL. IC50 P. australis 87,082 ppm dan E. cottonii 106,021 ppm. Senyawa fitokimia yang terkandung P. australis dan E. cottonii yaitu flavonoid, fenol hidrokuinon, dan triterpenoid, P. australis juga  mengandung tanin dan saponin.

Kandungan senyawa fitokimia tersebut mengindikasikan bahwa P. australis dan E. cottonii potensial untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan tabir surya.(AT)

link terkait: https://megapolitan.antaranews.com/berita/31765/mahasiswa-ipb-kreasikan-rumput-laut-sebagai-krim-tabir-surya

Mahasiswa IPB Ciptakan Krim Pelembab Wajah Alami dari Rumput Laut

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan yang tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia.
Rumput laut mengandung senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai pertahanan dari radiasi sinar ultra violet.
Sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku krim tabir surya.
enelitian ini dilakukan oleh Fevita Maharany, Nurjanah, Ruddy Suwandi  mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Effonora Anwar, Universitas Indonesia dan Taufik Hidayat dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan komposisi kimia, senyawa fitokimia, vitamin E, dan aktivitas antioksidan ekstrak Padina australis dan Eucheuma cottonii.
Rumput laut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelas, yaitu Rhodophyceae (merah), P haeophyceae (cokelat), Cyanophyc eae (hijau-biru) dan Chlorophyceae (hijau).
"Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut coklat dan rumput laut merah," ujar Fevita Maharany dalam siaran pers yang diterima TribunnewsBogor.com


Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Mahasiswa IPB Ciptakan Krim Pelembab Wajah Alami dari Rumput Laut, http://bogor.tribunnews.com/2017/07/25/mahasiswa-ipb-ciptakan-krim-pelembab-wajah-alami-dari-rumput-laut.
Penulis: Soewidia Henaldi
Editor: Soewidia Henaldi


Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Mahasiswa IPB Ciptakan Krim Pelembab Wajah Alami dari Rumput Laut, http://bogor.tribunnews.com/2017/07/25/mahasiswa-ipb-ciptakan-krim-pelembab-wajah-alami-dari-rumput-laut.
Penulis: Soewidia Henaldi
Editor: Soewidia Henaldi

Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Mahasiswa IPB Ciptakan Krim Pelembab Wajah Alami dari Rumput Laut, http://bogor.tribunnews.com/2017/07/25/mahasiswa-ipb-ciptakan-krim-pelembab-wajah-alami-dari-rumput-laut.
Penulis: Soewidia Henaldi
Editor: Soewidia Henaldi

Menarik, Peneliti IPB Manfaatkan Ikan Ekor Kuning untuk Bahan Kosmetik

JAKARTA - Belakangan ini gaya hidup back to nature semakin masif di industri kosmetik. Berbagai bahan alam telah banyak dieksplorasi kandungan bioaktifnya untuk menghasilkan kosmetika alami.
Tim peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Nurjanah, Dr. Mala Nurilmala, Asadatun Abdullah M.Si, Prof. Dr. Tati Nurhayati dan Taufik Hidayat M.Si melakukan sebuah riset untuk mengembangkan bahan baku rumput laut tropika dan kolagen ikan ekor kuning sebagai industri kosmetika alami.
Untuk informasi sumber kolagen biasanya diambil dari sapi dan babi, namun dengan munculnya kasus beberapa penyakit pada sapi dan pandangan agama tertentu menyebabkan konsumen ragu dan lebih selektif dalam memilih bahan kosmetik. Hal ini mendasari tim peneliti IPB untuk memilih bahan dasar alami lainnya.
Prof. Nurjanah mengatakan, ia dan timnya menggunakan produk kosmetik berbahan dasar rumput laut tropika yang nantinya dapat menjadi alternatif sebagai kosmetik alami. Rumput laut mengandung komponen bioaktif yang baik untuk kesehatan kulit yaitu florotanin, vitamin E, dan asam lemak.
“Ikan ekor kuning mudah ditemukan dipasaran. Setelah dilakukan riset, ternyata hasil rendemennya bagus," ungkap dia seperti dilansir dari laman IPB, Rabu (25/4/2018).
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa timnya memilih tiga jenis rumput yaitu Sargassum, Euchema cottonii dan Turbinaria.
“Kandungan bioaktif dan antioksidan ketiga berada pada kategori kuat dan sedang. Produk penelitian dari tim peneliti ini adalah lipbalm dan tabir surya (sunscreen),” jelas Nurjanah.
Terakhir ia menuturkan setelah rangkaian pengujian produk yang ia dan timnya lakukan, krim tabir surya hasil kombinasi rumput laut Euchema cottonii dan Turbinaria adalah hasil yang terbaik.
“Sedangkan untuk lipbalm dikombinasikan dari E. cottonii dan Sargassum. Produk kosmetik krim tabir surya dan lipbalm yang dihasilkan memiliki nilai Sun Protecting Factor (SPF) yang baik bagi kulit,” pungkasnya.

link terkait :https://news.okezone.com/read/2018/04/24/65/1890874/menarik-peneliti-ipb-manfaatkan-ikan-ekor-kuning-untuk-bahan-kosmetik

http://litbang.kemendagri.go.id/website/riset-ahli-pangan-ipb-mengkonsumsi-dua-jenis-kerang-ini-berpotensi-cegah-penyakit-diabetes/

RIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sektor perikanan saat ini masih melakukan eksplorasi pada hasil laut seperti tuna, udang dan rumput laut, sedangkan berbagai jenis moluska masih belum diminati untuk dikembangkan.
Salah satu contoh moluska adalah kerang yang jumlahnya melimpah di daerah tropis dan sumber protein hewani yang baik dan murah bagi masyarakat.
Profesor Nurjanah, peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan daging kerang merupakan makanan yang memiliki kandungan protein tinggi, nilai kalori rendah, rendah lemak atau rendah kolesterol dengan proporsi yang lebih rendah pada lemak jenuh.
Selain itu, daging kerang juga mengandung asam amino esensial, vitamin B12 dan mineral penting seperti zat besi, seng dan tembaga
“Keunggulan khas dari jenis kekerangan adalah zat gizi taurin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan,” ujarnya.
Manfaat taurin adalah untuk mencegah diabetes, mencegah kerusakan liver akibat alkohol, penyembuhan pada masalah penglihatan, menurunkan kadar kolesterol darah, menormalkan tekanan darah dan melawan penyakit hati.
Taurin juga sangat dibutuhkan pada saat perkembangan dan pertumbuhan.
“Oleh sebab itu taurin dapat ditemukan pada hampir semua susu-susu formula untuk bayi dan suplemen memiliki kandungan taurin,” ujar Profesor Nurjanah.
Ada beberapa jenis kerang yang kurang familiar dan belum banyak dikembangkan pemanfaatannya.
Misalnya, kerang tahu (Meretrix meretrix) di beberapa negara dijadikan sebagai indikator pencemaran logam berat dan untuk konsumsi.
Kerang salju (Pholas dactylus) dan keong macan (Babylonia spirata) merupakan salah satu komoditi ekspor.
Kerang tersebut merupakan komoditi perikanan yang berpotensi untuk dikembangkan, namun informasi mengenai kandungan gizinya masih sangat terbatas.
Profesor Nurjanah bersama peneliti lainnya dari Departemen Teknologi Hasil Perairan yaitu Asadatun Abdullah, Rizky Chairunisah beserta Taufik Hidayat dari Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa telah meneliti kandungan dan karakteristik kimiawi dari daging kerang tahu, kerang salju dan keong macan.
Dari percobaannya peneliti ini didapati temuan bahwa kerang tahu, kerang salju dan keong macan mengandung 15 asam amino yang terdiri atas 9 asam amino esensial dan 6 asam amino non esensial.
“Asam amino esensial pada kerang tahu, kerang salju dan keong macan adalah histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin,” ungkapnya.
Asam amino non esensial yang terdapat pada sampel adalah asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin dan tirosin. Kandungan asam amino esensial yang tertinggi terdapat pada daging kerang tahu, kerang salju dan keong macan adalah arginin.
Kandungan asam amino non esensial yang tertinggi pada daging kerang tahu, kerang salju dan keong macan adalah asam glutamat.
“Kandungan taurin pada daging kerang salju lebih besar daripada keong macan dan kerang tahu,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kadar lemak, protein dan karbohidrat kerang tahu berturut-turut adalah 0,11; 9,39 dan 9,02%, kerang salju 0,11; 11,37 dan 3,55%; keong macan 0,33; 17,38 dan 2,65%.
Kandungan asam amino esensial yang tertinggi dari daging kerang tahu, kerang salju dan keong macan adalah arginin sedangkan kandungan asam amino non esensial yang tertinggi adalah asam glutamat.
Kandungan taurin pada daging kerang salju lebih besar daripada keong macan dan kerang tahu. (IFR/Tribunnews.com)

link terkait :http://litbang.kemendagri.go.id/website/riset-ahli-pangan-ipb-mengkonsumsi-dua-jenis-kerang-ini-berpotensi-cegah-penyakit-diabetes/

http://www.pelitasatu.co.id/2018/01/16/dosen-ipb-teliti-buah-lindur-sebagai-bahan-pembuatan-beras-analog/

BOGOR – Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras tertinggi di dunia, yaitu 139,5 kg/kapitalisme/tahun. Untuk mengurangi konsumsi beras, dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) manfaatkan buah lindur sebagai bahan pembuatan beras analog dengan mengkombinasikannya dengan sagu dan kitosan.
Beras analog adalah beras yang diproduksi tidak dengan ditanam di sawah, melainkan diproduksi di pabrik dengan mengolah dari bahan-bahan pangan yang ada.
Inovasi ini merupakan salah satu dari empat karya Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS, dosen sekaligus Guru Besar Teknologi Hasil Perairan, FPIK, IPB yang terpilih sebagai empat dari 109 inovasi Indonesia tahun 2017 yang diumumkan oleh BIC (Business Innovation Center) pada tanggal 09 Agustus 2017 lalu.
Beras analog dari buah lindur yang dikombinasikan dengan sagu dan kitosan merupakan inovasi dari penelitian Prof Nurjanah bersama dua rekannya yakni Taufik Hidayat dan Pipih Suptijah.
Buah lindurnya yang digunakan merupakan mangrove yang banyak ditemukan di Indonesia dan memiliki karbohidrat yang sama dengan beras pada umumnya. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang sangat berguna bagi masyarakat terutama pada daerah pesisir.
“Salah satu upaya untuk menghindari ketergantungan beras masyarakat Indonesia adalah diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber karbohidrat lokal sebagai produk pangan misalnya beras analog. Kami menggunakan buah lindur karena buah lindur merupakan salah satu buah yang merupakan sumber karbohidrat, terlebih produksinya yang melimpah di Indonesia,” terangnya.
Rekan penelitian Prof Nurjanah, Taufiq Hidayat mengungkapkan bahwa beras analog ini low indeks glikemik, banyak serat dan sangat cocok bagi penderita diabetes. Adapun kombinasi buah lindur dengan sagu karena menurutnya sagu termasuk komoditas penting yang belum termanfaatkan secara optimal. Selain itu, Prof Nurjanah juga menggunakan kitosan sebagai bahan pengikat dan penstabil.
“Kitosan memiliki sifat yang sama dengan bahan pembentuk tekstur sintesis yang dapat memperbaiki penampakan dan tekstur suatu produk karena memiliki daya pengikat air dan minyak yang kuat dan tahan panas,” tambahnya.
Dari hasil penelitian Prof Nurjanah dan dua rekannya, didapati bahwa tepung buah lindur dapat menjadi alternatif subtitusi terigu karena mengandung karbohidrat yang tinggi yakni 86,10 persen. Sedangkan formulasi beras analog terbaik adalah kombinasi 70 persen tepung lindur, 30 persen tepung sagu, dan kitosan 0,5 persen.

link terkait :http://www.pelitasatu.co.id/2018/01/16/dosen-ipb-teliti-buah-lindur-sebagai-bahan-pembuatan-beras-analog/

Buah Lindur Sebagai Beras Alternatif

Edisi kali ini mengetengahkan topik mengenai Buah Lindur Sebagai Beras Alternatif . padi atau beras masih menjadi sumber makanan pokok utama sebagian besar masyarakat Indonesia. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras merupakan yang tertinggi di dunia yaitu sebesar 139,5 kg /tahun. Untuk menjamin ketersediaan pangan, berbagai pihak terkait melakukan berbagai upaya. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian misalnya telah mencanangkan diversivikasi pangan yang akan dijalankan pada tahun 2018 ini. Program ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan terigu. Namun, pengganti beras dan terigu tersebut harus bersumber dari komoditas lokal bernutrisi dan aman untuk dikonsumsi.
untuk mendukung program diversivikasi pangan dan mengurangi konsumsi beras, dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat, memanfaatkan buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) sebagai bahan pembuatan beras analog dengan cara mengombinasikannya dengan sagu dan kitosan. Beras analog adalah beras yang diproduksi tidak dengan ditanam di sawah, melainkan diproduksi di pabrik dengan mengolah dari bahan-bahan pangan yang ada.
Inovasi ini dilakukan oleh Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS, dosen sekaligus Guru Besar Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) beserta dua rekannya Taufik Hidayat dan Pipih Suptijah. Penemuan ini merupakan salah satu dari empat karya Prof. Nurjanah yang berhasil terpilih sebagai empat dari 109 inovasi Indonesia tahun 2017 yang diumumkan oleh BIC (Business Innovation Center) pada 9 Agustus 2017 lalu.
Buah lindur yang digunakan merupakan salah satu jenis mangrove yang banyak ditemukan di Indonesia dan memiliki karbohidrat yang sama dengan beras. Menurut Nurjanah, timnya menggunakan buah lindur karena buah ini merupakan sumber karbohidrat, terlebih produksinya yang melimpah di Indonesia. Nurjanah menambahkan, salah satu upaya untuk menghindari ketergantungan beras masyarakat Indonesia adalah diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber karbohidrat lokal sebagai produk pangan misalnya beras analog.
Sementara itu, Taufik Hidayat menambahkan bahwa beras analog ini mengandung banyak serat dan sangat cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes. Tim memilih kombinasi buah lindur dengan sagu karena menurutnya sagu termasuk komoditas penting yang belum termanfaatkan secara optimal. Selain itu, Prof Nurjanah juga menggunakan kitosan sebagai bahan pengikat dan penstabil. Kitosan adalah senyawa polimer alam yang diisolasi dari limbah perikanan seperti udang, cangkang kepiting dan lain-lain.  Taufik menjelaskan, kitosan memiliki sifat yang sama dengan bahan pembentuk tekstur sintesis yang dapat memperbaiki penampakan dan tekstur suatu produk karena memiliki daya pengikat air dan minyak yang kuat dan tahan panas. Dari hasil penelitian Prof Nurjanah dan dua rekannya, didapati bahwa tepung buah lindur dapat menjadi alternatif subtitusi terigu karena mengandung karbohidrat yang tinggi yakni 86,10 persen. Sedangkan formulasi beras analog terbaik adalah kombinasi 70 persen tepung lindur, 30 persen tepung sagu, dan kitosan 0,5 persen.

Peneliti IPB Ciptakan Alternatif Saus Tiram Berbahan Kerang Bulu

Selain bumbu dapur, bumbu olahan seperti saus tiram kerap digunakan untuk menambah cita rasa sebuah masakan. Rasanya yang gurih serta memiliki aroma yang khas membuat saus berbahan kerang tiram ini sering dijadikan bahan utama dalam pembuatan olahan seafood.
Meski menjadi salah satu bumbu dapur esensial, namun tahukah kamu bahwa kerang tiram yang digunakan dalam membuat saus tiram berasal dari hasil impor luar negeri. Alasan inilah yang menyebabkan harga saus tiram mahal.
Padahal, menurut para peneliti IPB (Institut Pertanian Bogor), permintaan akan saus tiram di Indonesia sangat tinggi. Karenanya, untuk memaksimalkan produksi saus tiram dengan harga yang terjangkau, para peneliti IPB memanfaatkan kerang bulu sebagai bahan baku utama dari pembuatan saus tiram.

Berdasarkan rilis yang diterima kumparan (kumparan.com) dari IPB (14/2), tiga orang dosen dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (FPIK) IPB yang terdiri dari Dr Asadatun Abdullah, Prof. Nurjanah dan Taufik Hidayat, SPi.MSi berhasil memanfaatkan kerang bulu untuk bahan baku alternatif saus tiram.
"Karena saya melihat harga saus tiram yang mahal, saya pun akhirnya tertarik untuk mengambil jenis kerang yang ekonomis dengan harga rendah. Kerang bulu ini kami substitusikan pada bahan baku untuk menggantikan tiram," terang Taufik.
Alasan dipilihnya kerang bulu sebagai pengganti kerang tiram dikarenakan produksi kerang bulu di Indonesia sangat melimpah. Bahkan, produksinya bisa menyaingi kerang dara yang lebih populer di Tanah Air.
Kerang bulu memiliki nilai jual yang jauh lebih murah dibandingkan kerang tiram. Meski murah, nilai gizi kerang bulu tidak bisa dianggap remeh.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh para dosen FPIK di IPB menjelaskan bahwa kerang bulu memiliki kandungan asam amino glutamat, asam lemak omega 3, dan omega 6 yang tinggi.
Asam glutamat yang tinggi akan menciptakan rasa umami pada makanan sehingga terasa lebih lezat dan gurih. Selain itu senyawa pemberi rasa gurih ini juga berperan penting untuk meningkatkan sekresi saliva yang dapat meningkatkan kesehatan mulut.
Dengan banyaknya manfaat yang dibawa oleh kerang dara, IPB optimis bahwa inovasi yang mereka lakukan akan menambah sumber makanan masa depan. Juga diharapkan bahwa alternatif ini dapat memenuhi permintaan produk saus tiram yang berkualitas dengan harga terjangkau.
"Ke depannya terus dilakukan eksplorasi bahan baku hasil perairan yang lainnya, apalagi jenis kerang dan potensinya yang besar. Harapannya potensi ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber pangan masa depan," tutup Taufik.
Artikel Asli https://today.line.me/id/pc/article/Penliti+IPB+Ciptakan+Alternatif+Saus+Tiram+Berbahan+Kerang+Bulu-oJ9MYN

Beras Langka, Peneliti IPB Ubah Buah Lindur Jadi Beras Alternatif

JAKARTA – Sebagai makanan pokok, konsumsi beras di Indonesia mencapai sekira 139,5 kg per orang dalam satu tahun. Tingginya permintaan membuat pasokan beras menjadi masalah utama terutama ketika swasembada tidak dapat dipertahankan.
Beberapa inovasi pernah dilakukan dengan menciptakan beras analog terbuat dari singkong, sagu, daluga umbi, dan sorgum. Menyempurnakan penelitian tersebut, peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perairan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Nurjanah MS bersama rekan mahasiswanya, Taufik Hidayat dan Pipih Suptijah mengembangkan beras analog dari buah lindur (bruguiera gymnorrhiza lamk) yang digabungkan dengan sagu atau tepung kitosan.

“Beras analog merupakan makanan fungsional dengan indeks glikemik rendah, mengandung antioksidan, hipokolesterolemik, efek anti-proliferatif terhadap sel kanker, dan pencegah kegiatan kemo," jelas Taufik, seperti dilansir dari laman IPB, Senin (22/1/2017).
(Baca juga: Presiden Jokowi: Revolusi 4.0 Jadi Tantangan Kedepan)
Menurutnya, buah lindur mengandung antinutrien, yaitu tanin dan sianida hidrogen (HCN) yang perlu dikurangi konsentrasinya sebelum digunakan. Kombinasi buah lindur dengan sagu merupakan usaha lain untuk menggunakan sumber makanan lokal sebagai upaya penguatan pangan nasional melalui swasembada dan kedaulatan pangan. Selain itu, kitosan juga ditambahkan sebagai pengikat dan stabilizer.
“Kitosan dibuat dengan merawat kerang chitin udang dan krustasea lainnya dengan zat alkalin, seperti sodium hidroksida. Ia memiliki sifat yang sama dengan bahan tekstur sintesis yang meningkatkan penampilan dan tekstur suatu produk karena memiliki penahan air yang kuat dan minyak yang kuat dan tahan panas,” imbuhnya.
Mereka menyimpulkan, buah lindur dapat dijadikan alternatif sebab mengandung karbohidrat tinggi, yakni 86,10 %. Sedangkan, formulasi nasi analog terbaik adalah kombinasi 70% tepung lindur, 30% tepung sagu, dan 0,6% kitosan.

https://news.okezone.com/read/2018/01/22/65/1848572/beras-langka-peneliti-ipb-ubah-buah-lindur-jadi-beras-alternatif

Beras Nelayan dari Tanaman Pesisir Rekayasa IPB


Atas kreativitas Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam aneka ragam olahan pertanian, kini masyarakat pesisir  punya beras yang diolah dari tanaman sekitar pesisir, seperti sagu dan lindur (mangrove).


Kebutuhan masyarakat Indonesia akan beras selalu meningkat, padahal banyak tanaman-tanaman lokal yang bisa diolah untuk diversifikasi pangan. “Lidah dan perut masyarakat sudah terbiasa dengan nasi yang dibuat dari beras,” ungkap Dosen Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor, Prof. Nurjanah.
Salah satu jalan keluarnya adalah mengolah tanaman lokal tersebut menjadi beras analog (beras buatan). “Beras ini berupa beras tiruan yang terbuat dari sumber karbohidrat lain selain padi dan tepung terigu. Bahan baku yang biasa digunakan untuk pembuatan beras analog ini di antaranya singkong, sagu, jagung, umbi-umbian, dan lainnya. Nah, masyarakat pesisir kita yang dulunya makan sagu dan lindur (mangrove) bisa diarahkan untuk mengolahnya menjadi beras,” papar Prof. Nurjanah.
Selain lindur, tanaman sagu memiliki potensi terbaik untuk menjadi makanan pengganti nasi/beras. Kandungan kalori pati sagu setiap 100 g ternyata tidak kalah dibandingkan dengan kandungan kalori bahan pangan lainnya. Perbandingan kandungan kalori berbagai sumber pati adalah (dalam 100 g): jagung 361 Kalori, beras giling 360 kalori, ubi kayu 195 kalori, ubi jalar 143 kalori dan sagu 353 kalori.
“Pohon sagu banyak dijumpai diberbagai daerah di Indonesia, terutama di Indonesia bagian timur dan masih tumbuh secara liar, Pemanfaatan sagu sebagai bahan pangan tradisional sudah sejak lama dikenal oleh penduduk di daerah penghasil sagu, baik di Indonesia maupun di luar negeri, misalnya Papua Nugini dan Malaysia,” jelas Mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Taufik Hidayat.
Pembuatan beras analog berbahan sagu dan lindur hampir serupa dengan pembuatan beras analog dari sumber karbohidrat lainnya yakni menggunakan sistem ekstruksi. “Bahan pangan akan dimasak kemudian dicetak menyerupai beras. Proses pembentukan menghasilkan grain yang mentah, berwarna opaque dan lebih mudah membedakan dari beras regular,” cerita Taufik.
Untuk bahan sagu dan lindur, bisa ditambahkan dengan bahan pengikat dan penstabil alami yaitu kitosan. "Kitosan merupakan turunan polisakarida yang berasal dari limbah udang,” tutur Taufik.






http://m.tabloidsinartani.com/index.php?id=148&tx_ttnews%5Btt_news%5D=3718&cHash=f3be64eac8f58a309f6743d13fd28955
Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini

Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini, http://bangka.tribunnews.com/2017/12/03/ingin-ikan-goreng-tetap-kaya-gizi-ikuti-cara-peneliti-ipb-ini.

Editor: khamelia

BANGKAPOS.COM--Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), salah satu ikan laut Indonesia yang sering dikonsumsi dengan berbagai metode pengolahan.
Penggorengan merupakan metode yang sangat disukai di Indonesia karena menghasilkan rasa yang khas termasuk pada ikan kembung.
Akan tetapi belum ada informasi metode penggorengan dapat merubah kandungan vitamin dan mineral ikan kembung.
leh karenanya empat orang peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor ( FPIK IPB), Nurjanah, Mala Nurilmala, Reza Febriyansyah dan Taufik Hidayat mencoba meneliti hal tersebut.
Tujuan penelitian ini menentukan pengaruh yang terjadi pada kandungan vitamin A, B12, dan mineral ikan kembung (Ca, Na, K, Fe, Zn, dan Se) setelah digoreng dalam deep fryer.
Ikan kembung yang digunakan adalah ikan kembung lelaki yang diperoleh dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi pada September 2013 di tempat pelelangan ikan Pelabuhan Ratu.
Sampel dimasukkan dalam cool box dengan diberi es curai untuk menjaga kesegaran selama proses transportasi.
Sampel dipreparasi hingga menghasilkan fillet dengan rata-rata panjang 8,5 centimeter, lebar 2,5 centimeter, dan tebal 0,8 centimeter ketika sampai di laboratorium.
Dalam proses penggorengan digunakan minyak goreng sebanyak 4 liter.
Daging ikan kembung digoreng selama 5 menit pada suhu 180 derajat Liter menggunakan deep fryer.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode penggorengan deep frying berpengaruh nyata terhadap vitamin A, sedangkan vitamin B12 menurun secara signifikan.
Mineral Ca (Kalsium) meningkat secara signifikan, sedangkan Na (Natrium) dan K (Kalium) menurun secara signifikan setelah proses penggorengan.
Mineral Fe (Besi) dan Zn (Seng) tidak berubah secara signifikan. Selenium memiliki kandungan dibawah limit deteksi.
“Proses penggorengan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan komposisi baik pada kadar vitamin maupun mineral. Vitamin A meningkat sebesar 325,45 persen sedangkan vitamin B12 menurun sebesar 55,32 persen. Mineral kalsium meningkat sebesar 114,36 persen, sedangkan natrium dan kalium menurun sebesar 28,35 persen dan 18 persen. Mineral besi dan seng tidak mengalami perubahan yang nyata,” tutur Nurjanah.
Ia menambahkan bahwa terjadinya peningkatan unsur Kalsium (Ca) dan Vitamin A disebabkan karena pada proses penggorengan terjadi penurunan kadar air, sehingga secara proporsional unsur kalsium dan vitamin A mengalami peningkatan.
“Vitamin A pada ikan kembung yang digoreng bisa juga berasal dari minyak goreng yang mengandung Vitamin A,” jelasnya.


Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini, http://bangka.tribunnews.com/2017/12/03/ingin-ikan-goreng-tetap-kaya-gizi-ikuti-cara-peneliti-ipb-ini?page=2.

Editor: khamelia


Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini, http://bangka.tribunnews.com/2017/12/03/ingin-ikan-goreng-tetap-kaya-gizi-ikuti-cara-peneliti-ipb-ini?page=2.

Editor: khamelia


Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini, http://bangka.tribunnews.com/2017/12/03/ingin-ikan-goreng-tetap-kaya-gizi-ikuti-cara-peneliti-ipb-ini.

Editor: khamelia


Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini, http://bangka.tribunnews.com/2017/12/03/ingin-ikan-goreng-tetap-kaya-gizi-ikuti-cara-peneliti-ipb-ini.

Editor: khamelia

Selasa, 08 Mei 2018

Waktu akan Mengobati , Tak usah kau Sesali

Dalam pepatah arab kita sering mendengar waktu adalah ibarat pedang yang menghunus, kejam kelihatannya, dan juga sering sekali kita juga mendengar bahwa waktu adalah uang. sebegitunya waktu, sehingga kemahalannya tak terbeli dan sulit untuk kembali.

Waktu juga adalah proses pembelajaran, mulai dari dimensi waktu terkecil, detik, menit, jam, hari, dan hingga dimensi tertinggi. waktu juga seiringan dengan hidup sehingga dalam memaknai hidup seseorang pasti akan melihat waktu yang telah dia lalui.

Saya salah satu yang mempercayai waktu akan memberikan kegembiraan meskipun dalam hidup ini kita tidak terlepas dari resah dan gelisah, apalagi diselimuti disetiap permasalahan. Terkadang waktu jadi sasaran korban untuk disalahkan, sehingga muncul andai ini, andai begitu, jika saja waktu itu..... banyak muncul konotasi negatif, sehingga begitu kerasnya pepatah arab mengibaratkan waktu itu ibarat pedang..


dalam pengalaman hidup, saya juga merupakan salah satu yang percaya waktu merupakan salah satu cara untuk kita memahami hidup. Pernah pada tahun 2014, saya pernah menghadiri seminar di untirta serang, dan 2 tahun kemudian saya ternyata harus mencari rezeki disana. Begitu juga Tahun 2016, saya menghadiri Kongres Teknologi Nasional di Thamrin yang diselenggarakan BPPT, entah kenapa 2 tahun kemudian saya mengabdi disana. Begitulah waktu, waktu menuangkan semua memori kita untuk melihat kembali jalan hidup yang kita lalui. Semua yang kita dulu anggap sebagai memori perjalanan saja, ternyata Tuhan memang sudah menyiapkan waktu yang terbaik untuk kita, dengan siapa kita bertemu, peristiwa apa yang terjadi, semuanya berangkai, dan waktu menyempurnakan semua itu dengan kondisi yang kita tidak sadari.


waktu juga pernah menjadi penyesalan saya. Ibu saya meninggal disaat saya jauh dipangkuan beliau. dan lagi -lagi waktu mengajari saya, jika Ibu saya masih hidup mungkin ibu saya akan menderita dengan penyakit, waktu telah ditentukan untuk memang Ibu saya pergi. Dan waktu itu, saya tidak bisa mengatakan tidak siap, saya memang harus siap ditinggalkan ibu, dan meneruskan perjuangan beliau.


dan memang akhirnya waktu akan mengobati semua perjalanan,  memang tidak ada harus yang kita sesali, kita semua berjuang untuk menjemput takdir, berikhitar, dan melewati waktu dengan sebaik-baiknya.

benarkah albumin banyak di daging ikan gabus?

pembahasan kali ini saya kaitkan dengan maraknya pemberitaan bahwa albumin ikan gabus sangat berkhasiat untuk kesehatan. banyak sekali iklan iklan yang memberitakan kapsul albumin, albumin ikan gabus dalam berbagai bentuk baik ekstrak maupun dalam bentuk sediaan. Tapi apakah betul kalau albumin banyak ditemukan pada daging ikan gabus?

Dalam sebuah seminar pada tahun 2015, saya mendengarkan presentasi yang menarik terkait ikan gabus yang mempunyai khasiat sebagai penghasil albumin yang banyak bermanfaat dalam operasi bedah, mempercebat pembentukan sel baru, dsb. Namun, saat itu moderator yang mengatur jalannya diskusi malah memberikan pandangan yang berbeda. Dia tidak yakin dengan albumin ikan gabus, beliau malah berujar " saya sering berdiskusi dengan dunia kedokteran, dan tidak ada albumin yang menjadi khasiat utama, melainkan banyak ditemukan pada asam amino terutama glutamat". Pernyataan ini cukup heboh waktu itu karena kita tau glutamat selama ini hanya sebagai pemberi rasa umami. Saya yang juga ikut ketawa pada waktu itu, masak profesor ngomongnya ngaco.


Namun diskusi itu kembali mengingatkan saya ketika saya kembali berdiskusi dengan dosen saya yang kebetulan juga lagi mengembangkan albumin dan juga molekuler. Beliau menghentikan sementara penelitian ini, karena setelah beliau juga berdiskusi dengan guru beliau di Jepang. Pertanyaan yang sama, apakah benar albumin ini dihasilkan oleh ikan gabus? yang selama ini juga banyak diteliti oleh para ilmuwan.


Beberapa waktu itu juga saya kembali teringat, kalau memang albumin banyak dari ikan gabus, kenapa tidak banyak jurnal yang spesifik yang mengatakan demikian(bahkan banyak penelitian yang BM albumin berbeda dengan BM protein daging ikan gabus), dan kenapa diluar negeri masih menggunakan serum albumin yang biasa ditemukan di plasma darah? dan bagaimana penyikapan kehalalannya jika menggunakan darah manusia untuk serum albumin?


hal ini memang perlu ditelaah lebih lanjut, karena menurut saya bisa saja ikan gabus menghasilkan albumin, namun dalam jumlah sedikit. Atau bisa saja daging ikan gabus hanya jadi prekusor albumin, jika dianalogikan dengan cahaya matahari yang  membuat provitamin D yang ada didalam tubuh menjadi vitamin D.

berdasarkah hal tersebut, bermula dari seminar dan diskusi, saya sepakat dengan sensei jepang tersebut. Saya menduga bahwa ikan gabus hanya sebagai prekusor albumin yang memang albumi  sudah banyak dalam tubuh manusia melalui nutris lain seperti putih telor dan bahan baku lainnya.

memang harus ada penelitian ilmiah lebih lanjut untuk membuktikan ini,  hal ini kedepannya akan sangat penting mengingat, serum albumin yang banyak berasal dari darah harus kita tuntaskan pencarian alternatifnya, karena selama ini yang kita tau darah dari manusia jelas diharamkan dan tidak dapat digunakan sebagai obat.