Senin, 11 Juni 2018

Membangkitkan Industri Surimi


Membangkitkan Industri Surimi
Taufik Hidayat
Dosen Tetap Perikanan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


Pelarangan cantrang oleh pemerintah pusat (KKP RI) menyebabkan efek negative bagi para pelaku industri surimi. 15 perusahaan yang bergerak di bidang surimi menyatakan bangkrut akibat pasokan bahan baku yang berkurang. Total invesitasi yang mencapai 110 US dollar untuk upaya ekspor pun mengalami kerugian. Hal ini sangat kontradiktif dengan aturan presiden yang dikeluarkan melalui Perpres no 7 tahun 2016 tentang percepatan industrialisasi perikanan.  Bahkan sangat bertolak belakang dengan Nawa Cita Presiden Jokowi dan JK yang sangat jelas di point 6 yang menggambarkan bahwa Indonesia harus mampu menciptakan produk yang berdaya saing degan produk-produk dari luar negeri. Surimi salah produk intermediet yang kebutuhannya sangat mendukung dalam menciptakan produk yang berdaya saing.
Industri Surimi
Selama ini surimi dibuat dari berbagai jenis ikan tangkap seperti: kurisi, ikan merah/ikan mata goyang, ikan gulamah/tigawaja dan ikan kuniran/ikan biji nangka. Ketersediaan bahan baku ikan tersebut di atas sepanjang tahun sangatlah fluktuatif dan tergantung dari iklim, cuaca serta musim tangkap. Dengan demikian kondisi industri surimi umumnya tidak dapat beroperasi secara optimal, dan beberapa perusahaan bahkan usahanya telah gulung tikar karena skala produksinya menjadi tidak layak lagi untuk diteruskan. Menurut data statistik, pada tahun 2008 kapasitas terpasang industri surimi di Indonesia telah mencapai 16,5 ribu ton, namun produksinya hanya 7,3 ribu ton, dengan demikian tingkat produksinya hanya 44%.
Surimi merupakan produk olahan hasil perikanan setengah jadi berupa daging ikan lumat beku yang telah mengalami proses pencucian (leaching), pengepresan, penambahan bahan tambahan (cryoprotectant), dan pengepakan. Surimi biasanya dibuat dari ikan laut berdaging putih dan digunakan sebagai bahan awal pembuatan aneka produk olahan ikan (Fish Jelly Product), misalnya: sosis, otak-otak, nugget, kamaboko, suji, chikuwa, ekado, lobster/udang/kepiting imitasi dll. Awalnya Surimi  berasal dari Jepang dan saat ini telah menjadi produk yang mendunia, karena disamping praktis dalam pemanfaatannya, surimi juga dapat tersedia sepanjang tahun dengan kualitas terjaga.  Di Indonesia surimi masih sulit didapatkan karena umumnya langsung diekspor. Belum berkembangnya industri olahan ikan, diskontinyuitas bahan baku, harga jual surimi yang cukup tinggi dan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap protein ikan masih sangat rendah, menjadi alasan mengapa produk surimi tidak berkembang di tanah air.
Pengalihan alat tangkap
Upaya-upaya solutif untuk menyelesaikan  masalah surimi ini banyak alternative-alternatif yang bisa dilakukan. Alat tangkap cantrang yang dilarang oleh keputusan menteri ini tentuya memang sangat berdampak. Namun kajian mengenai cantrang belum selesai secara komprehensif. Selama ini penggunaaan cantrang tidak merusak lingkungan. Hal ini sesuai dengan KP No 42/2014 yang telah dikaji secara akademis. Tetapi, aturan sudah ditegakkan, cantrang yang dilarang sudah seharusnya ada pengalihan alat tangkap yang bisa menangkap bahan baku surimi. Pengalihan ke gill net sebenarnya menjadi salah satu upaya. Namun, pengalihan dan sosialisasi dari pemerintah cukup lambat sehingga penggunaan gill net pun untuk nelayan menangkap ikan ikan untuk bahan baku surimi menjadi terhambat. Untuk itu, pemerintah dalam hak ini Kementerian Kelautan dan Perikanan RI agar dapat kembali melakukan edaran untuk mengalihkan alat tangkap cantrang ke gill net agar nelayan yang memasok bahan baku untuk pembuatan surimi bisa aktif kembali dan menjamin ketersediaan stok ikan untuk industri surimi terjamin ketersediaanya.
Membangkitkan industri surimi melalui inovasi
Permasalahan bahan baku yang banyak dikeluhkan oleh industri akibat dilarangnya penggunaan cantrang, bisa diatasi dengan mensubsitusi bahan baku surimi melalui teknologi inovasi. Saat ini banyak penelitian yang mengembangkan surimi dengan bahan baku ikan tawar, misalnya dengan menggunakan bahan baku ikan nila. Teknologi surimi ikan nila telah dikembangkan oleh BPPT dapat menghasilkan rendemen yang sama dengan ikan kurisi yang menjadi andalan dalam pembuatan surimi dan kualitasnya gel tidak berbeda signifikan. Kemudian, saat ini juga ada pengembangan surimi dari ikan lele yang oversize. Memanfaatkan teknologi surimi menggunakan bahan baku ikan lele yang oversize, artinya lele yang tidak dikonsumsi oleh masyarakat juga dapat menghasilkan surimi yang berkualitas baik dengan kekuatan gel yang juga tidak berbeda jauh dengan ikan kurisi. Bahkan surimi dari ikan lele oversize juga dapat dihasilkan dalam bentuk kering. Selama ini surimi yang ada balam bentuk beku, tetapi melalui teknologi inovasi surimi dapat dihasilkan dalam bentuk kering, praktis dan sangat mudah jika diekspor. Disamping itu, bahan baku dari ikan hasil tangkap samping ataupun ikan rucah juga bsia berpotensi untuk bisa menajdi bahan baku surimi. Dan banyak lagi inovasi-inovasi yang dilakukan dengan mengalihkan sumber bahan baku utama pembuatan surimi ke bahan baku yang mudah dibudidayakan. Ketika menyusun, RSNI untuk surimi, penulis waktu itu memang berpendapat bahwa surimi sebaiknya tidak mengandalkan bahan baku dari perairan demersal, tetapi bisa dapat menggunakan semua bahan baku yang dapat menghasilkan kualitas gel surimi yang baik.
Membangkitkan kembali industri surimi, keterjaminan stok ikan melalui pengalihan alat tangkap, mengupayakan mencari bahan baku yang dapat digunakan sebagai bahan baku surimi merupakan sebagian dari banyak solusi yang bisa dilakukan agar industri surimi tidak bangkrut. Industri surimi harus diperhatikan. Keberlanjutannya sangat bermanfaat bagi bangsa ini dalam hal devisa negara. Pemerintah harus memperhatikan ini dengan memberikan alternatif solusi yang konkrit dan berkelanjutan agar industri ini tetap hidup dan menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya serta memberikan nilai tambah yang sangat menguntungkan untuk hasil tangkap nelayan. 

Diterbitkan: Padang Ekspress
.

Rabu, 09 Mei 2018

Mahasiswa IPB Kreasikan Rumput Laut sebagai Krim Tabir Surya

Rumput laut coklat mengandung senyawa fenolik berupa florotanin yang berfungsi sebagai pertahanan dari radiasi sinar ultra violet (UV).
Bogor (Antara Megapolitan) - Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan yang tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Rumput laut mengandung senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai pertahanan dari radiasi sinar ultra violet. Sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku krim tabir surya.

Penelitian ini dilakukan oleh Fevita Maharany, Nurjanah, Ruddy Suwandi (Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor-FPIK IPB),  Effonora Anwar (Universitas Indonesia) dan Taufik Hidayat (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).

Penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan komposisi kimia, senyawa fitokimia, vitamin E, dan aktivitas antioksidan ekstrak Padina australis dan Eucheuma cottonii. Rumput laut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelas, yaitu: Rhodophyceae (merah), Phaeophyceae (coklat),Cyanophyceae (hijau-biru) dan Chlorophyceae (hijau). Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut coklat dan rumput laut merah.

Rumput laut coklat mengandung senyawa fenolik berupa florotanin yang berfungsi sebagai pertahanan dari radiasi sinar ultra violet (UV). Menurut penelitian sebelumnya, florotanin dapat menangkap radikal bebas yang disebabkan oleh radiasi sinar UV. Rumput laut coklat juga diketahui mengandung senyawa flavonoid.

Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenolik yang memiliki gugus kromofor. Gugus kromofor tersebut menyebabkan kemampuan untuk menyerap gelombang sinar UV. Jenis rumput laut coklat yang potensial untuk dimanfaatkan salah satunya adalah Padina australis.

Produksi rumput laut di seluruh Indonesia berasal dari budidaya, antara lain dikembangkan di Jawa, Bali, NTB, Sulawesi dan Maluku. Hasil riset menyatakan, rumput laut E. cottonii mengandung protein, lipid, karbohidrat, a tokoferol, mineral, vitamin C, dan vitamin E, dapat mensintesis senyawa mycosporine (MAAs) yang berperan dalam absorpsi sinar UV.

Penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa rumput laut dapat digunakan dalam pembuatan kosmetik dalam bentuk karagenan, yaitu pada produk sabun, losion dan  gel topikal serta dalam bentuk bubur rumput laut untuk krim tabir surya.

Komposisi kimia P. australis kadar air 87,25%; abu 2,34%; protein 1,05%; lemak 0,58%; dan karbohidrat 8,78%, sedangkan komposisi kimia E. cottonii kadar air 76,15%; abu 5,62%; protein 2,32%; lemak 0,11%; dan karbohidrat 15,8%. Metode yang dilakukan yaitu rendemen ekstrak P. australis menggunakan pelarut metanol 4,55%; etil asetat 0,8% dan n-heksan 0,45%, sedangkan rendemen E. cottonii pelarut metanol 6,6%; etil asetat 0,5% dan n-heksan 0,35%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan vitamin E P. australis 162,75 µg/mL dan E. cottonii 158,07 µg/mL. IC50 P. australis 87,082 ppm dan E. cottonii 106,021 ppm. Senyawa fitokimia yang terkandung P. australis dan E. cottonii yaitu flavonoid, fenol hidrokuinon, dan triterpenoid, P. australis juga  mengandung tanin dan saponin.

Kandungan senyawa fitokimia tersebut mengindikasikan bahwa P. australis dan E. cottonii potensial untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan tabir surya.(AT)

link terkait: https://megapolitan.antaranews.com/berita/31765/mahasiswa-ipb-kreasikan-rumput-laut-sebagai-krim-tabir-surya

Mahasiswa IPB Ciptakan Krim Pelembab Wajah Alami dari Rumput Laut

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan yang tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia.
Rumput laut mengandung senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai pertahanan dari radiasi sinar ultra violet.
Sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku krim tabir surya.
enelitian ini dilakukan oleh Fevita Maharany, Nurjanah, Ruddy Suwandi  mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Effonora Anwar, Universitas Indonesia dan Taufik Hidayat dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan komposisi kimia, senyawa fitokimia, vitamin E, dan aktivitas antioksidan ekstrak Padina australis dan Eucheuma cottonii.
Rumput laut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelas, yaitu Rhodophyceae (merah), P haeophyceae (cokelat), Cyanophyc eae (hijau-biru) dan Chlorophyceae (hijau).
"Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut coklat dan rumput laut merah," ujar Fevita Maharany dalam siaran pers yang diterima TribunnewsBogor.com


Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Mahasiswa IPB Ciptakan Krim Pelembab Wajah Alami dari Rumput Laut, http://bogor.tribunnews.com/2017/07/25/mahasiswa-ipb-ciptakan-krim-pelembab-wajah-alami-dari-rumput-laut.
Penulis: Soewidia Henaldi
Editor: Soewidia Henaldi


Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Mahasiswa IPB Ciptakan Krim Pelembab Wajah Alami dari Rumput Laut, http://bogor.tribunnews.com/2017/07/25/mahasiswa-ipb-ciptakan-krim-pelembab-wajah-alami-dari-rumput-laut.
Penulis: Soewidia Henaldi
Editor: Soewidia Henaldi

Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Mahasiswa IPB Ciptakan Krim Pelembab Wajah Alami dari Rumput Laut, http://bogor.tribunnews.com/2017/07/25/mahasiswa-ipb-ciptakan-krim-pelembab-wajah-alami-dari-rumput-laut.
Penulis: Soewidia Henaldi
Editor: Soewidia Henaldi

Menarik, Peneliti IPB Manfaatkan Ikan Ekor Kuning untuk Bahan Kosmetik

JAKARTA - Belakangan ini gaya hidup back to nature semakin masif di industri kosmetik. Berbagai bahan alam telah banyak dieksplorasi kandungan bioaktifnya untuk menghasilkan kosmetika alami.
Tim peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Nurjanah, Dr. Mala Nurilmala, Asadatun Abdullah M.Si, Prof. Dr. Tati Nurhayati dan Taufik Hidayat M.Si melakukan sebuah riset untuk mengembangkan bahan baku rumput laut tropika dan kolagen ikan ekor kuning sebagai industri kosmetika alami.
Untuk informasi sumber kolagen biasanya diambil dari sapi dan babi, namun dengan munculnya kasus beberapa penyakit pada sapi dan pandangan agama tertentu menyebabkan konsumen ragu dan lebih selektif dalam memilih bahan kosmetik. Hal ini mendasari tim peneliti IPB untuk memilih bahan dasar alami lainnya.
Prof. Nurjanah mengatakan, ia dan timnya menggunakan produk kosmetik berbahan dasar rumput laut tropika yang nantinya dapat menjadi alternatif sebagai kosmetik alami. Rumput laut mengandung komponen bioaktif yang baik untuk kesehatan kulit yaitu florotanin, vitamin E, dan asam lemak.
“Ikan ekor kuning mudah ditemukan dipasaran. Setelah dilakukan riset, ternyata hasil rendemennya bagus," ungkap dia seperti dilansir dari laman IPB, Rabu (25/4/2018).
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa timnya memilih tiga jenis rumput yaitu Sargassum, Euchema cottonii dan Turbinaria.
“Kandungan bioaktif dan antioksidan ketiga berada pada kategori kuat dan sedang. Produk penelitian dari tim peneliti ini adalah lipbalm dan tabir surya (sunscreen),” jelas Nurjanah.
Terakhir ia menuturkan setelah rangkaian pengujian produk yang ia dan timnya lakukan, krim tabir surya hasil kombinasi rumput laut Euchema cottonii dan Turbinaria adalah hasil yang terbaik.
“Sedangkan untuk lipbalm dikombinasikan dari E. cottonii dan Sargassum. Produk kosmetik krim tabir surya dan lipbalm yang dihasilkan memiliki nilai Sun Protecting Factor (SPF) yang baik bagi kulit,” pungkasnya.

link terkait :https://news.okezone.com/read/2018/04/24/65/1890874/menarik-peneliti-ipb-manfaatkan-ikan-ekor-kuning-untuk-bahan-kosmetik

http://litbang.kemendagri.go.id/website/riset-ahli-pangan-ipb-mengkonsumsi-dua-jenis-kerang-ini-berpotensi-cegah-penyakit-diabetes/

RIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sektor perikanan saat ini masih melakukan eksplorasi pada hasil laut seperti tuna, udang dan rumput laut, sedangkan berbagai jenis moluska masih belum diminati untuk dikembangkan.
Salah satu contoh moluska adalah kerang yang jumlahnya melimpah di daerah tropis dan sumber protein hewani yang baik dan murah bagi masyarakat.
Profesor Nurjanah, peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan daging kerang merupakan makanan yang memiliki kandungan protein tinggi, nilai kalori rendah, rendah lemak atau rendah kolesterol dengan proporsi yang lebih rendah pada lemak jenuh.
Selain itu, daging kerang juga mengandung asam amino esensial, vitamin B12 dan mineral penting seperti zat besi, seng dan tembaga
“Keunggulan khas dari jenis kekerangan adalah zat gizi taurin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan,” ujarnya.
Manfaat taurin adalah untuk mencegah diabetes, mencegah kerusakan liver akibat alkohol, penyembuhan pada masalah penglihatan, menurunkan kadar kolesterol darah, menormalkan tekanan darah dan melawan penyakit hati.
Taurin juga sangat dibutuhkan pada saat perkembangan dan pertumbuhan.
“Oleh sebab itu taurin dapat ditemukan pada hampir semua susu-susu formula untuk bayi dan suplemen memiliki kandungan taurin,” ujar Profesor Nurjanah.
Ada beberapa jenis kerang yang kurang familiar dan belum banyak dikembangkan pemanfaatannya.
Misalnya, kerang tahu (Meretrix meretrix) di beberapa negara dijadikan sebagai indikator pencemaran logam berat dan untuk konsumsi.
Kerang salju (Pholas dactylus) dan keong macan (Babylonia spirata) merupakan salah satu komoditi ekspor.
Kerang tersebut merupakan komoditi perikanan yang berpotensi untuk dikembangkan, namun informasi mengenai kandungan gizinya masih sangat terbatas.
Profesor Nurjanah bersama peneliti lainnya dari Departemen Teknologi Hasil Perairan yaitu Asadatun Abdullah, Rizky Chairunisah beserta Taufik Hidayat dari Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa telah meneliti kandungan dan karakteristik kimiawi dari daging kerang tahu, kerang salju dan keong macan.
Dari percobaannya peneliti ini didapati temuan bahwa kerang tahu, kerang salju dan keong macan mengandung 15 asam amino yang terdiri atas 9 asam amino esensial dan 6 asam amino non esensial.
“Asam amino esensial pada kerang tahu, kerang salju dan keong macan adalah histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin,” ungkapnya.
Asam amino non esensial yang terdapat pada sampel adalah asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin dan tirosin. Kandungan asam amino esensial yang tertinggi terdapat pada daging kerang tahu, kerang salju dan keong macan adalah arginin.
Kandungan asam amino non esensial yang tertinggi pada daging kerang tahu, kerang salju dan keong macan adalah asam glutamat.
“Kandungan taurin pada daging kerang salju lebih besar daripada keong macan dan kerang tahu,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kadar lemak, protein dan karbohidrat kerang tahu berturut-turut adalah 0,11; 9,39 dan 9,02%, kerang salju 0,11; 11,37 dan 3,55%; keong macan 0,33; 17,38 dan 2,65%.
Kandungan asam amino esensial yang tertinggi dari daging kerang tahu, kerang salju dan keong macan adalah arginin sedangkan kandungan asam amino non esensial yang tertinggi adalah asam glutamat.
Kandungan taurin pada daging kerang salju lebih besar daripada keong macan dan kerang tahu. (IFR/Tribunnews.com)

link terkait :http://litbang.kemendagri.go.id/website/riset-ahli-pangan-ipb-mengkonsumsi-dua-jenis-kerang-ini-berpotensi-cegah-penyakit-diabetes/

http://www.pelitasatu.co.id/2018/01/16/dosen-ipb-teliti-buah-lindur-sebagai-bahan-pembuatan-beras-analog/

BOGOR – Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras tertinggi di dunia, yaitu 139,5 kg/kapitalisme/tahun. Untuk mengurangi konsumsi beras, dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) manfaatkan buah lindur sebagai bahan pembuatan beras analog dengan mengkombinasikannya dengan sagu dan kitosan.
Beras analog adalah beras yang diproduksi tidak dengan ditanam di sawah, melainkan diproduksi di pabrik dengan mengolah dari bahan-bahan pangan yang ada.
Inovasi ini merupakan salah satu dari empat karya Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS, dosen sekaligus Guru Besar Teknologi Hasil Perairan, FPIK, IPB yang terpilih sebagai empat dari 109 inovasi Indonesia tahun 2017 yang diumumkan oleh BIC (Business Innovation Center) pada tanggal 09 Agustus 2017 lalu.
Beras analog dari buah lindur yang dikombinasikan dengan sagu dan kitosan merupakan inovasi dari penelitian Prof Nurjanah bersama dua rekannya yakni Taufik Hidayat dan Pipih Suptijah.
Buah lindurnya yang digunakan merupakan mangrove yang banyak ditemukan di Indonesia dan memiliki karbohidrat yang sama dengan beras pada umumnya. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang sangat berguna bagi masyarakat terutama pada daerah pesisir.
“Salah satu upaya untuk menghindari ketergantungan beras masyarakat Indonesia adalah diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber karbohidrat lokal sebagai produk pangan misalnya beras analog. Kami menggunakan buah lindur karena buah lindur merupakan salah satu buah yang merupakan sumber karbohidrat, terlebih produksinya yang melimpah di Indonesia,” terangnya.
Rekan penelitian Prof Nurjanah, Taufiq Hidayat mengungkapkan bahwa beras analog ini low indeks glikemik, banyak serat dan sangat cocok bagi penderita diabetes. Adapun kombinasi buah lindur dengan sagu karena menurutnya sagu termasuk komoditas penting yang belum termanfaatkan secara optimal. Selain itu, Prof Nurjanah juga menggunakan kitosan sebagai bahan pengikat dan penstabil.
“Kitosan memiliki sifat yang sama dengan bahan pembentuk tekstur sintesis yang dapat memperbaiki penampakan dan tekstur suatu produk karena memiliki daya pengikat air dan minyak yang kuat dan tahan panas,” tambahnya.
Dari hasil penelitian Prof Nurjanah dan dua rekannya, didapati bahwa tepung buah lindur dapat menjadi alternatif subtitusi terigu karena mengandung karbohidrat yang tinggi yakni 86,10 persen. Sedangkan formulasi beras analog terbaik adalah kombinasi 70 persen tepung lindur, 30 persen tepung sagu, dan kitosan 0,5 persen.

link terkait :http://www.pelitasatu.co.id/2018/01/16/dosen-ipb-teliti-buah-lindur-sebagai-bahan-pembuatan-beras-analog/

Buah Lindur Sebagai Beras Alternatif

Edisi kali ini mengetengahkan topik mengenai Buah Lindur Sebagai Beras Alternatif . padi atau beras masih menjadi sumber makanan pokok utama sebagian besar masyarakat Indonesia. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras merupakan yang tertinggi di dunia yaitu sebesar 139,5 kg /tahun. Untuk menjamin ketersediaan pangan, berbagai pihak terkait melakukan berbagai upaya. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian misalnya telah mencanangkan diversivikasi pangan yang akan dijalankan pada tahun 2018 ini. Program ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan terigu. Namun, pengganti beras dan terigu tersebut harus bersumber dari komoditas lokal bernutrisi dan aman untuk dikonsumsi.
untuk mendukung program diversivikasi pangan dan mengurangi konsumsi beras, dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat, memanfaatkan buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) sebagai bahan pembuatan beras analog dengan cara mengombinasikannya dengan sagu dan kitosan. Beras analog adalah beras yang diproduksi tidak dengan ditanam di sawah, melainkan diproduksi di pabrik dengan mengolah dari bahan-bahan pangan yang ada.
Inovasi ini dilakukan oleh Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS, dosen sekaligus Guru Besar Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) beserta dua rekannya Taufik Hidayat dan Pipih Suptijah. Penemuan ini merupakan salah satu dari empat karya Prof. Nurjanah yang berhasil terpilih sebagai empat dari 109 inovasi Indonesia tahun 2017 yang diumumkan oleh BIC (Business Innovation Center) pada 9 Agustus 2017 lalu.
Buah lindur yang digunakan merupakan salah satu jenis mangrove yang banyak ditemukan di Indonesia dan memiliki karbohidrat yang sama dengan beras. Menurut Nurjanah, timnya menggunakan buah lindur karena buah ini merupakan sumber karbohidrat, terlebih produksinya yang melimpah di Indonesia. Nurjanah menambahkan, salah satu upaya untuk menghindari ketergantungan beras masyarakat Indonesia adalah diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber karbohidrat lokal sebagai produk pangan misalnya beras analog.
Sementara itu, Taufik Hidayat menambahkan bahwa beras analog ini mengandung banyak serat dan sangat cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes. Tim memilih kombinasi buah lindur dengan sagu karena menurutnya sagu termasuk komoditas penting yang belum termanfaatkan secara optimal. Selain itu, Prof Nurjanah juga menggunakan kitosan sebagai bahan pengikat dan penstabil. Kitosan adalah senyawa polimer alam yang diisolasi dari limbah perikanan seperti udang, cangkang kepiting dan lain-lain.  Taufik menjelaskan, kitosan memiliki sifat yang sama dengan bahan pembentuk tekstur sintesis yang dapat memperbaiki penampakan dan tekstur suatu produk karena memiliki daya pengikat air dan minyak yang kuat dan tahan panas. Dari hasil penelitian Prof Nurjanah dan dua rekannya, didapati bahwa tepung buah lindur dapat menjadi alternatif subtitusi terigu karena mengandung karbohidrat yang tinggi yakni 86,10 persen. Sedangkan formulasi beras analog terbaik adalah kombinasi 70 persen tepung lindur, 30 persen tepung sagu, dan kitosan 0,5 persen.

Peneliti IPB Ciptakan Alternatif Saus Tiram Berbahan Kerang Bulu

Selain bumbu dapur, bumbu olahan seperti saus tiram kerap digunakan untuk menambah cita rasa sebuah masakan. Rasanya yang gurih serta memiliki aroma yang khas membuat saus berbahan kerang tiram ini sering dijadikan bahan utama dalam pembuatan olahan seafood.
Meski menjadi salah satu bumbu dapur esensial, namun tahukah kamu bahwa kerang tiram yang digunakan dalam membuat saus tiram berasal dari hasil impor luar negeri. Alasan inilah yang menyebabkan harga saus tiram mahal.
Padahal, menurut para peneliti IPB (Institut Pertanian Bogor), permintaan akan saus tiram di Indonesia sangat tinggi. Karenanya, untuk memaksimalkan produksi saus tiram dengan harga yang terjangkau, para peneliti IPB memanfaatkan kerang bulu sebagai bahan baku utama dari pembuatan saus tiram.

Berdasarkan rilis yang diterima kumparan (kumparan.com) dari IPB (14/2), tiga orang dosen dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (FPIK) IPB yang terdiri dari Dr Asadatun Abdullah, Prof. Nurjanah dan Taufik Hidayat, SPi.MSi berhasil memanfaatkan kerang bulu untuk bahan baku alternatif saus tiram.
"Karena saya melihat harga saus tiram yang mahal, saya pun akhirnya tertarik untuk mengambil jenis kerang yang ekonomis dengan harga rendah. Kerang bulu ini kami substitusikan pada bahan baku untuk menggantikan tiram," terang Taufik.
Alasan dipilihnya kerang bulu sebagai pengganti kerang tiram dikarenakan produksi kerang bulu di Indonesia sangat melimpah. Bahkan, produksinya bisa menyaingi kerang dara yang lebih populer di Tanah Air.
Kerang bulu memiliki nilai jual yang jauh lebih murah dibandingkan kerang tiram. Meski murah, nilai gizi kerang bulu tidak bisa dianggap remeh.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh para dosen FPIK di IPB menjelaskan bahwa kerang bulu memiliki kandungan asam amino glutamat, asam lemak omega 3, dan omega 6 yang tinggi.
Asam glutamat yang tinggi akan menciptakan rasa umami pada makanan sehingga terasa lebih lezat dan gurih. Selain itu senyawa pemberi rasa gurih ini juga berperan penting untuk meningkatkan sekresi saliva yang dapat meningkatkan kesehatan mulut.
Dengan banyaknya manfaat yang dibawa oleh kerang dara, IPB optimis bahwa inovasi yang mereka lakukan akan menambah sumber makanan masa depan. Juga diharapkan bahwa alternatif ini dapat memenuhi permintaan produk saus tiram yang berkualitas dengan harga terjangkau.
"Ke depannya terus dilakukan eksplorasi bahan baku hasil perairan yang lainnya, apalagi jenis kerang dan potensinya yang besar. Harapannya potensi ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber pangan masa depan," tutup Taufik.
Artikel Asli https://today.line.me/id/pc/article/Penliti+IPB+Ciptakan+Alternatif+Saus+Tiram+Berbahan+Kerang+Bulu-oJ9MYN

Beras Langka, Peneliti IPB Ubah Buah Lindur Jadi Beras Alternatif

JAKARTA – Sebagai makanan pokok, konsumsi beras di Indonesia mencapai sekira 139,5 kg per orang dalam satu tahun. Tingginya permintaan membuat pasokan beras menjadi masalah utama terutama ketika swasembada tidak dapat dipertahankan.
Beberapa inovasi pernah dilakukan dengan menciptakan beras analog terbuat dari singkong, sagu, daluga umbi, dan sorgum. Menyempurnakan penelitian tersebut, peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perairan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Nurjanah MS bersama rekan mahasiswanya, Taufik Hidayat dan Pipih Suptijah mengembangkan beras analog dari buah lindur (bruguiera gymnorrhiza lamk) yang digabungkan dengan sagu atau tepung kitosan.

“Beras analog merupakan makanan fungsional dengan indeks glikemik rendah, mengandung antioksidan, hipokolesterolemik, efek anti-proliferatif terhadap sel kanker, dan pencegah kegiatan kemo," jelas Taufik, seperti dilansir dari laman IPB, Senin (22/1/2017).
(Baca juga: Presiden Jokowi: Revolusi 4.0 Jadi Tantangan Kedepan)
Menurutnya, buah lindur mengandung antinutrien, yaitu tanin dan sianida hidrogen (HCN) yang perlu dikurangi konsentrasinya sebelum digunakan. Kombinasi buah lindur dengan sagu merupakan usaha lain untuk menggunakan sumber makanan lokal sebagai upaya penguatan pangan nasional melalui swasembada dan kedaulatan pangan. Selain itu, kitosan juga ditambahkan sebagai pengikat dan stabilizer.
“Kitosan dibuat dengan merawat kerang chitin udang dan krustasea lainnya dengan zat alkalin, seperti sodium hidroksida. Ia memiliki sifat yang sama dengan bahan tekstur sintesis yang meningkatkan penampilan dan tekstur suatu produk karena memiliki penahan air yang kuat dan minyak yang kuat dan tahan panas,” imbuhnya.
Mereka menyimpulkan, buah lindur dapat dijadikan alternatif sebab mengandung karbohidrat tinggi, yakni 86,10 %. Sedangkan, formulasi nasi analog terbaik adalah kombinasi 70% tepung lindur, 30% tepung sagu, dan 0,6% kitosan.

https://news.okezone.com/read/2018/01/22/65/1848572/beras-langka-peneliti-ipb-ubah-buah-lindur-jadi-beras-alternatif

Beras Nelayan dari Tanaman Pesisir Rekayasa IPB


Atas kreativitas Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam aneka ragam olahan pertanian, kini masyarakat pesisir  punya beras yang diolah dari tanaman sekitar pesisir, seperti sagu dan lindur (mangrove).


Kebutuhan masyarakat Indonesia akan beras selalu meningkat, padahal banyak tanaman-tanaman lokal yang bisa diolah untuk diversifikasi pangan. “Lidah dan perut masyarakat sudah terbiasa dengan nasi yang dibuat dari beras,” ungkap Dosen Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor, Prof. Nurjanah.
Salah satu jalan keluarnya adalah mengolah tanaman lokal tersebut menjadi beras analog (beras buatan). “Beras ini berupa beras tiruan yang terbuat dari sumber karbohidrat lain selain padi dan tepung terigu. Bahan baku yang biasa digunakan untuk pembuatan beras analog ini di antaranya singkong, sagu, jagung, umbi-umbian, dan lainnya. Nah, masyarakat pesisir kita yang dulunya makan sagu dan lindur (mangrove) bisa diarahkan untuk mengolahnya menjadi beras,” papar Prof. Nurjanah.
Selain lindur, tanaman sagu memiliki potensi terbaik untuk menjadi makanan pengganti nasi/beras. Kandungan kalori pati sagu setiap 100 g ternyata tidak kalah dibandingkan dengan kandungan kalori bahan pangan lainnya. Perbandingan kandungan kalori berbagai sumber pati adalah (dalam 100 g): jagung 361 Kalori, beras giling 360 kalori, ubi kayu 195 kalori, ubi jalar 143 kalori dan sagu 353 kalori.
“Pohon sagu banyak dijumpai diberbagai daerah di Indonesia, terutama di Indonesia bagian timur dan masih tumbuh secara liar, Pemanfaatan sagu sebagai bahan pangan tradisional sudah sejak lama dikenal oleh penduduk di daerah penghasil sagu, baik di Indonesia maupun di luar negeri, misalnya Papua Nugini dan Malaysia,” jelas Mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Taufik Hidayat.
Pembuatan beras analog berbahan sagu dan lindur hampir serupa dengan pembuatan beras analog dari sumber karbohidrat lainnya yakni menggunakan sistem ekstruksi. “Bahan pangan akan dimasak kemudian dicetak menyerupai beras. Proses pembentukan menghasilkan grain yang mentah, berwarna opaque dan lebih mudah membedakan dari beras regular,” cerita Taufik.
Untuk bahan sagu dan lindur, bisa ditambahkan dengan bahan pengikat dan penstabil alami yaitu kitosan. "Kitosan merupakan turunan polisakarida yang berasal dari limbah udang,” tutur Taufik.






http://m.tabloidsinartani.com/index.php?id=148&tx_ttnews%5Btt_news%5D=3718&cHash=f3be64eac8f58a309f6743d13fd28955
Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini

Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini, http://bangka.tribunnews.com/2017/12/03/ingin-ikan-goreng-tetap-kaya-gizi-ikuti-cara-peneliti-ipb-ini.

Editor: khamelia

BANGKAPOS.COM--Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), salah satu ikan laut Indonesia yang sering dikonsumsi dengan berbagai metode pengolahan.
Penggorengan merupakan metode yang sangat disukai di Indonesia karena menghasilkan rasa yang khas termasuk pada ikan kembung.
Akan tetapi belum ada informasi metode penggorengan dapat merubah kandungan vitamin dan mineral ikan kembung.
leh karenanya empat orang peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor ( FPIK IPB), Nurjanah, Mala Nurilmala, Reza Febriyansyah dan Taufik Hidayat mencoba meneliti hal tersebut.
Tujuan penelitian ini menentukan pengaruh yang terjadi pada kandungan vitamin A, B12, dan mineral ikan kembung (Ca, Na, K, Fe, Zn, dan Se) setelah digoreng dalam deep fryer.
Ikan kembung yang digunakan adalah ikan kembung lelaki yang diperoleh dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi pada September 2013 di tempat pelelangan ikan Pelabuhan Ratu.
Sampel dimasukkan dalam cool box dengan diberi es curai untuk menjaga kesegaran selama proses transportasi.
Sampel dipreparasi hingga menghasilkan fillet dengan rata-rata panjang 8,5 centimeter, lebar 2,5 centimeter, dan tebal 0,8 centimeter ketika sampai di laboratorium.
Dalam proses penggorengan digunakan minyak goreng sebanyak 4 liter.
Daging ikan kembung digoreng selama 5 menit pada suhu 180 derajat Liter menggunakan deep fryer.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode penggorengan deep frying berpengaruh nyata terhadap vitamin A, sedangkan vitamin B12 menurun secara signifikan.
Mineral Ca (Kalsium) meningkat secara signifikan, sedangkan Na (Natrium) dan K (Kalium) menurun secara signifikan setelah proses penggorengan.
Mineral Fe (Besi) dan Zn (Seng) tidak berubah secara signifikan. Selenium memiliki kandungan dibawah limit deteksi.
“Proses penggorengan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan komposisi baik pada kadar vitamin maupun mineral. Vitamin A meningkat sebesar 325,45 persen sedangkan vitamin B12 menurun sebesar 55,32 persen. Mineral kalsium meningkat sebesar 114,36 persen, sedangkan natrium dan kalium menurun sebesar 28,35 persen dan 18 persen. Mineral besi dan seng tidak mengalami perubahan yang nyata,” tutur Nurjanah.
Ia menambahkan bahwa terjadinya peningkatan unsur Kalsium (Ca) dan Vitamin A disebabkan karena pada proses penggorengan terjadi penurunan kadar air, sehingga secara proporsional unsur kalsium dan vitamin A mengalami peningkatan.
“Vitamin A pada ikan kembung yang digoreng bisa juga berasal dari minyak goreng yang mengandung Vitamin A,” jelasnya.


Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini, http://bangka.tribunnews.com/2017/12/03/ingin-ikan-goreng-tetap-kaya-gizi-ikuti-cara-peneliti-ipb-ini?page=2.

Editor: khamelia


Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini, http://bangka.tribunnews.com/2017/12/03/ingin-ikan-goreng-tetap-kaya-gizi-ikuti-cara-peneliti-ipb-ini?page=2.

Editor: khamelia


Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini, http://bangka.tribunnews.com/2017/12/03/ingin-ikan-goreng-tetap-kaya-gizi-ikuti-cara-peneliti-ipb-ini.

Editor: khamelia


Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ingin Ikan Goreng Tetap Kaya Gizi, Ikuti Cara Peneliti IPB Ini, http://bangka.tribunnews.com/2017/12/03/ingin-ikan-goreng-tetap-kaya-gizi-ikuti-cara-peneliti-ipb-ini.

Editor: khamelia

Selasa, 08 Mei 2018

Waktu akan Mengobati , Tak usah kau Sesali

Dalam pepatah arab kita sering mendengar waktu adalah ibarat pedang yang menghunus, kejam kelihatannya, dan juga sering sekali kita juga mendengar bahwa waktu adalah uang. sebegitunya waktu, sehingga kemahalannya tak terbeli dan sulit untuk kembali.

Waktu juga adalah proses pembelajaran, mulai dari dimensi waktu terkecil, detik, menit, jam, hari, dan hingga dimensi tertinggi. waktu juga seiringan dengan hidup sehingga dalam memaknai hidup seseorang pasti akan melihat waktu yang telah dia lalui.

Saya salah satu yang mempercayai waktu akan memberikan kegembiraan meskipun dalam hidup ini kita tidak terlepas dari resah dan gelisah, apalagi diselimuti disetiap permasalahan. Terkadang waktu jadi sasaran korban untuk disalahkan, sehingga muncul andai ini, andai begitu, jika saja waktu itu..... banyak muncul konotasi negatif, sehingga begitu kerasnya pepatah arab mengibaratkan waktu itu ibarat pedang..


dalam pengalaman hidup, saya juga merupakan salah satu yang percaya waktu merupakan salah satu cara untuk kita memahami hidup. Pernah pada tahun 2014, saya pernah menghadiri seminar di untirta serang, dan 2 tahun kemudian saya ternyata harus mencari rezeki disana. Begitu juga Tahun 2016, saya menghadiri Kongres Teknologi Nasional di Thamrin yang diselenggarakan BPPT, entah kenapa 2 tahun kemudian saya mengabdi disana. Begitulah waktu, waktu menuangkan semua memori kita untuk melihat kembali jalan hidup yang kita lalui. Semua yang kita dulu anggap sebagai memori perjalanan saja, ternyata Tuhan memang sudah menyiapkan waktu yang terbaik untuk kita, dengan siapa kita bertemu, peristiwa apa yang terjadi, semuanya berangkai, dan waktu menyempurnakan semua itu dengan kondisi yang kita tidak sadari.


waktu juga pernah menjadi penyesalan saya. Ibu saya meninggal disaat saya jauh dipangkuan beliau. dan lagi -lagi waktu mengajari saya, jika Ibu saya masih hidup mungkin ibu saya akan menderita dengan penyakit, waktu telah ditentukan untuk memang Ibu saya pergi. Dan waktu itu, saya tidak bisa mengatakan tidak siap, saya memang harus siap ditinggalkan ibu, dan meneruskan perjuangan beliau.


dan memang akhirnya waktu akan mengobati semua perjalanan,  memang tidak ada harus yang kita sesali, kita semua berjuang untuk menjemput takdir, berikhitar, dan melewati waktu dengan sebaik-baiknya.

benarkah albumin banyak di daging ikan gabus?

pembahasan kali ini saya kaitkan dengan maraknya pemberitaan bahwa albumin ikan gabus sangat berkhasiat untuk kesehatan. banyak sekali iklan iklan yang memberitakan kapsul albumin, albumin ikan gabus dalam berbagai bentuk baik ekstrak maupun dalam bentuk sediaan. Tapi apakah betul kalau albumin banyak ditemukan pada daging ikan gabus?

Dalam sebuah seminar pada tahun 2015, saya mendengarkan presentasi yang menarik terkait ikan gabus yang mempunyai khasiat sebagai penghasil albumin yang banyak bermanfaat dalam operasi bedah, mempercebat pembentukan sel baru, dsb. Namun, saat itu moderator yang mengatur jalannya diskusi malah memberikan pandangan yang berbeda. Dia tidak yakin dengan albumin ikan gabus, beliau malah berujar " saya sering berdiskusi dengan dunia kedokteran, dan tidak ada albumin yang menjadi khasiat utama, melainkan banyak ditemukan pada asam amino terutama glutamat". Pernyataan ini cukup heboh waktu itu karena kita tau glutamat selama ini hanya sebagai pemberi rasa umami. Saya yang juga ikut ketawa pada waktu itu, masak profesor ngomongnya ngaco.


Namun diskusi itu kembali mengingatkan saya ketika saya kembali berdiskusi dengan dosen saya yang kebetulan juga lagi mengembangkan albumin dan juga molekuler. Beliau menghentikan sementara penelitian ini, karena setelah beliau juga berdiskusi dengan guru beliau di Jepang. Pertanyaan yang sama, apakah benar albumin ini dihasilkan oleh ikan gabus? yang selama ini juga banyak diteliti oleh para ilmuwan.


Beberapa waktu itu juga saya kembali teringat, kalau memang albumin banyak dari ikan gabus, kenapa tidak banyak jurnal yang spesifik yang mengatakan demikian(bahkan banyak penelitian yang BM albumin berbeda dengan BM protein daging ikan gabus), dan kenapa diluar negeri masih menggunakan serum albumin yang biasa ditemukan di plasma darah? dan bagaimana penyikapan kehalalannya jika menggunakan darah manusia untuk serum albumin?


hal ini memang perlu ditelaah lebih lanjut, karena menurut saya bisa saja ikan gabus menghasilkan albumin, namun dalam jumlah sedikit. Atau bisa saja daging ikan gabus hanya jadi prekusor albumin, jika dianalogikan dengan cahaya matahari yang  membuat provitamin D yang ada didalam tubuh menjadi vitamin D.

berdasarkah hal tersebut, bermula dari seminar dan diskusi, saya sepakat dengan sensei jepang tersebut. Saya menduga bahwa ikan gabus hanya sebagai prekusor albumin yang memang albumi  sudah banyak dalam tubuh manusia melalui nutris lain seperti putih telor dan bahan baku lainnya.

memang harus ada penelitian ilmiah lebih lanjut untuk membuktikan ini,  hal ini kedepannya akan sangat penting mengingat, serum albumin yang banyak berasal dari darah harus kita tuntaskan pencarian alternatifnya, karena selama ini yang kita tau darah dari manusia jelas diharamkan dan tidak dapat digunakan sebagai obat.

Minggu, 01 April 2018

Isu dan Ingatan Jangka Pendek; setelah itu?

Isu merupakan suatu hal yang sudah tidak aneh lagi di era saat ini. Kita sepakat bahwa saat ini media -media menjadi corong terdepan dalam mendapatkan pemberitaan. Masyarakat semakin mudah mengakses dan mengetahui apa saja yang dibincangkan, dari hari ke hari, dari jam ke jam, hingga dari menit ke menit, bahkan bisa saja dari detik ke detik. Kemajuan teknologi memang membuat dinamika kehidupan berubah drastis, semua lebih terang benderang dengan kemajuan teknologi, mendekatkan yang jauh, sekian detik kita bisa mengakses apapun tanpa hambtan, berkomunikasi dengan video call tanpa memandang jarak. semuanya serba gampang. namun, ibarat dua sisi mata uang perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini juga memberikan sejumlah ketegangan negatif. Apalagi terkait dengan berita berita tidak benar atau kita kenal dengan HOAX. Dahulu kita kenal dengan kabar burung hingga juga bisa isu.

Isu di negeri ini memang cepat sekali memutarbalikan ingatan masyarakat. do you know, saya selalu mengatakan bahwa negeri ini, masyarakat mudah sekali mudah termakan isu, kabar burung, dan berita negatif. setelah itu, jika tidak benar mereka melupakannya dengan cepat. Ini sama analoginya dengan anda membangun citra dikampung misalnya maju jadi kepala desa, sudah berikan semua pembinaan, bantuan, hingga membangun. Namun. nyatanya 5 tahun anda membangun citra , belum tentu anda kepilih, orang mudah lupa, apalagi kalau ada serangan fajar. heheee. Nah begitu juga isu, orang bisa gampang mudah menuduh sesuatu yang belum tentu benar kebenarannya, bahkan orang yang diisukan itu bisa bisa keselamataannya membahayakan karena isu -isu yang belum tentu dia terlibat. Namun, setelah itu isu tersebut berlalu begitu saja sehingga banyak timbul kerugian-kerugian. baik kerugian materil maupun imateril.

contoh isu yang saat ini sangat membahayakan; apalagi menyangkut keilmuan saya terkait industri perikanan adalah isu adanya cacing. Jika kamu-kamu membaca banyak ulasan ilmiah, ulasan pakar, ahli pangan , ahli keamanan perikanan, pangan, dsb tentunya kamu pasti sudah tau jawabannya. Tapi di negeri ini apa yang terjadi, ? isu ini luar biasa digoreng media, dibkin framingnya menakutkan, sehingga masyarakat dibikin resah dan takut. Tahukah anda, bagaimana suatu industri perikanan dibangun, bagaimana merekrut sdmnya dan bagaimana modalnya. anda bisa baca di tulisan saya sebelumnya, bahwa membangun industri perikanan ini butuh perjuangan.

Ok, terlepas framing media yang menakutkan ditambah dengan penggorengan isunya yang luar biasa, tahukah anda disana ada orang yang menjerit? banyak karyawan yang akan dirumahkan, industri pengalengan banyak yang terancam bankrut dan merugi. Bagaimana tanggung jawab BPOM terkait ini, perlu diketahui orang yang bermain di industri ini bukan orang kemarin sore, bukan satu atau dua tahun bermain di pengalengan, sudah berpuluh-puluh tahun dan tentunya mengerti apa itu mutu, standar, regulasi, dan bahkan beberapa juga sudah tersetrifikat halal? hal ini perlu kita renungkan.


Habis ini, isu ini akan lewat begitu saja, yang rugi entah kemana harus mengadu, yang menarik entah apa langkahnya. Kamu taukan BPOM saat ini sangat lemah, bukan lemah terkadang telat dan juga teledor, jadi dari dulu kerja BPOM ini bagaimana ya? seharusnya ini jadi bahan introspeksi diri, dulu orang gak heboh dan makan barang kaleng ini biasa -biasa saja, jikalau memang bermasalah mungkin dari dahulu orang gak akan tertarik membangun industri ini.



semoga saya berharap masyarakat jangan mudah terbawa isu, cukuplah setelah ini cepat dilupakan ibarat kasus bahan penyedap dulunya yang diduga mengandung babi, atau isu-isu *ndomi* yang toh masyarakat lupa dan tetap makan.

semoga kasus ini cepat lewat, dan industri pengalengan bangkit dan kepercayaan masyarakat bangkit kembali...

ustad somad di Indonesia Damai hari ini said " Tabayun dalam menerima Informasi sangat Penting, dan orang sering lupa"


1 april 2018

Selasa, 27 Maret 2018

Membangun Industri Perikanan

Sabtu kemarin, saya memanfaatkan momen untuk kembali ke kampus untuk menghadiri orasi guru besar dosen saya Prof. Tati. Saya mengajak istri saya sekaligus untuk melihat-lihat kembali kampus yang beberapa tahun ini sudah saya mulai jarang saya kunjungi. yah, kembali melihat napak tilas berjuang di kampus yang konon katanya "masuknya gampang, Keluarnya susah".. hehehe

Orasi yang dibawakan beliau adalah mengenai pepton. ingatan saya kembali kepada waktu saya setelah lulus, beliau menugaskan saya untuk menjadi instruktur untuk pelatihan pepton. sejujurnya, waktu itu bukan saya banget, karena jarang bermain dengan hidrolisat dan protein. makanya, ketika saya ditugaskan maka saya berusaha untuk memahami secara cepat dengan dibantu juga dengan mahasiswa beliau yang juga sedang penelitian mengenai pepton. Pepton ini nama yang unik, tapi kalau berbicara industri ini kita bukan lagi berbicara rupiah, tetapi sudah dollar. Begitu diceritakan beliau, saya sangat yakin orang akan banyak mencari beliau, karena bahan baku yang digunakan hanya limbah hasil perikanan bukan ikan segar yang biasa diproduksi oleh negara luar. Dulu, konon katanya ada orang China yang datang ke beliau untuk mengajak bersama-sama membangun industri pepton. Akan tetapi, karena tidak sesuai dengan berbagai hal dan hanya menguntungkan salah satu pihak, akhirnya batal terlaksana. Dalam orasi ini, beliau sangat menekankan untuk membangun industri pepton dalam negeri.

Tidak hanya pepton ternyata, dalam orasi prof sugeng yang juga guru saya, beliau juga mengeluhkan belum adanya industri minyak ikan di Indonesia. Bahan bakunya ada, berbagai macam, kalau diluar hanya ikannya itu-itu saja. tetapi, justru kita malah impor minyak ikan. celakanya lagi, minyak ikan yang masuk ke indonesia ternyata hanya mengandung sedikit omega 3 (dibawah 5%) yang bisa disebut minyak sampah atau minyak nano-nano. hal ini sangat merugikan konsumen kita. belum lagi industri rumput laut, yang sampai hari ini juga tidak berkembang di indonesia. banyak pakar dan ahli rumput laut yang ditantang untuk membangun industrinya di indonesia, bahkan dahlan iskan waktu itu memberikan hadiah bmw jika ada yang berhasil membangun industri rumput laut dari hulu ke hilir. dahlan iskan, mencemaskan bagaimana rumput laut yang melimpah di ekspor dalam bentuk mentah yang harganya sungguh rendah.  Terakhir, Industri Surimi juga bangkrut di Indonesia, ditambah lagi dengan dilarangnya cantrang otomatis industrialisasi perikanan di Indonesia jalan ditempat.


Lalu, apa masalahnya?

sejauh ini, jika bermain dengan perikanan yang bahan bakunya berasal dari alam tentunya juga bermasalah dengan stok bahan baku. bahan baku yang ada juga sangat memiliki karakteristik yang berbeda beda. di wilayah A bisa menghasilkan rumput laut yang bagus, dengan spesies yang sama di wilayah B karakteristiknya belum tentu sama (standardisasi bahan baku). Belum lagi, masalah infrastuktur dan juga modal yang biasanya juga menjadi kendala. perusahaan pengolahan terkenal dan modern, bahkan butuh waktu 5-6 tahun untuk balik modal dan mendapatkan keuntungan. disamping itu, yang bermain di industri perikanan banyak didominasi oleh para para UMKM dan UKM yang tidak punya modal banyak dan SDM nya terbatas.

Lalu bagaimana solusinya?

Sejauh ini, praktis model tripel helix menjadi jawaban general atas permasalahan ini. industri perikanan saat ini saat ini membutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah, swasta, akademisi, dan mungkin saat ini juga bisa melibatkan komunitas. era zaman now, yang penuh ketidakpastian ini tentunya tidak bisa lagi bermain sendiri. swasta sendiri, pemerintah sendiri, dan akademisi bergerak sendiri. dibutuhkan sinergi yang harmoni. Pemerintah berusaha mencara benefit, swasta mencari profit, dan akademisi membantu memberikan kajian agar bisa diterapkan dengan skala industri baik dari segi teknologi dan keilmuan. hal ini tentunya juga bisa dilakukan untuk membangkitkan industri perikanan. bayangkan, jika pemerintah melarang cantrang, industri surimi mengalami pesakitan, begitu juga dengan aturan lainnya seperti impor bahan baku atau bahan baku kosong yang juga berimplikasi dengan  proses produksi perusahaan, bayangkan pemerintah juga tidak menyokong akademisi untuk bisa riset membuat standardisasi bahan baku yang diperuntukkan untuk industri, membantu merumuskan regulasi, dan membentuk karakter SDM Perikanan yang tangguh, tentunya juga tidak akan membantu dalam scale up industri.

Kita harus memulai kembali sinergi ini, dan kembali refokusing kembali program program yang bisa menumbuhkan industri, merumuskan regulasi yang sesuai dan tidak memberatkan swasta, membantu akademisi untuk pengembangan keilmuan untuk penerapan teknologi. semua ini tentunya dibutuhkan untuk Indonesia kembali berdaulat, tidak lagi impor, dan bisa membangun industri perikanan yang tangguh dan menghasilkan keuntungan sehingga membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian nasional.


28 Maret 2018

Revolusi Putih VS Gerakan Makan Ikan


Revolusi Putih VS  Gerakan Makan Ikan
Penulis : Taufik Hidayat
Dosen perikanan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Tim Riset Konsorsia Food Security Untirta

Wacana revolusi putih yang dicanangkan oleh pak prabowo untuk DKI Jakarta menimbulkan banyak pro kontra. Salah satunya datang dari menteri kesehatan dan menteri kelautan dan perikanan yang saat ini mengkampanyekan gemar makan ikan. Revolusi putih yang ditawarkan di jakarta dengan gerakan minum susu merupakan wacana yang dahulunya pernah dicanangkan ketika Bung karno jadi presiden. Apakah revolusi putih ini merupakan awalan yang bagus untuk DKI jakarta ataukah hanya menjadi formalitas belaka, mengingatkan perekonomian bangsa saat ini lagi sulit-sulitnya.

Pondasi pangan
Gerakan minum susu dan juga makan ikan pada dasarnya merupakan gerasakan penjabaran dari empat sehat lima sempurna yang jauh-jauh hari sudah dikeluarkan oleh tim ahli gizi IPB. Konsep yang sudah lama diajarkan mulai dari sekolah dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Asupan gizi yang seimbang dan pola hidup sehat merupakan upaya pemerintah untuk mengentaskan gizi buruk. Namun, diera demokrasi saat ini pola hidup sehat dan asuapan gizi seimbang seolah-olah hilang ditelan bumi. Kesibukan masyarakat saat ini, pola hidup yang tidak beraturan,  dan sulitnya daya beli masyarakat menengah ke bawah serta diperparah dengan jomplangnya antara si miskin dan si kaya membuat negara ini seolah lupa bahwa pondasi pangan bangsa ini rapuh. Saat ini, banyak beredar makanan-makanan instan yang tidak menyehatkan dan dapat menimbulkan penyakin degeneratif. Globlisasi pangan merajalela, bahan makanan dri luar negeri lebih dinikmati dari pada pangan pangan yang ada di negeri sendiri. Hal ini sungguh  memprihatinkan, sehingga menurut saya gerakan minum susu dan gemar makan ikan sekalipun belum menunjukkan efek yang signifikan bagi kesehatan dan pengentasan gizi buruk di Indonesia. Boleh kita berbangga, ikan kita  sudah mulai menggeliat karena program ilegal fishing, tetapi apakah ikan yang dihadirkan untuk masyarakat merupakan ikan yang kualitasnya prima? Apakah harga ikan di Indonesia timur dan daerah jawa sudah bisa dijangkau dayabelinya oleh masyarakat menengah kebawah?  Pertanyaan ini merupakan hal-hal yang dasar yang harus dijawab pemerintah. Bahkan hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa tingkat perekonomian, tingkat pendidikan masih berpengaruh pada konsumsi ikan. Bahkan wanita dewasa yang akan melahiran generasi-generasi penerus bangsa justru dari segi umur 19-55 tahun, hanya wanita yang menikah yang melek dan menganggap konsumsi ikan penting. Selebihnya, mereka tidak menyukai ikan dengan berbagai alasan. Sedangkan, untuk revolusi putih yang mencanangkan minum susu juga menimbulkan banyak pertanyaan, apakah sapi-sapi yang ada di Indonesia dapat mencukupi stok susu yang akan dikonsumsi masyarakat? Apakah kualitas susu lokal lebih baik dari susu impor? Hal ini juga menjadi bahan koreksi yang harus disiasati pemprov DKI jika ingin ngotot menggalakan revolusi putih.

Kedaulatan mulut
Dua gerakan ini sama-sama bagus, penjabaran dari 4 sehat 5 sempurna dengan menitik beratkan susu dan ikan sebagai sumber nutrisi. Gerakan ini akan berhasil dimasyarakat jika pemerintah serius membenahi sistem pangan di Indonesia. Kementerian kesehatan harus mempunyai data-data kandungan gizi tipe bahan baku pangan yang ada, baik sumber karbohidrat, sumber protein, sumber lemak, dan sumber serat. Negara Inggris contohnya mereka mempunyai data kandungan gizi yang lengkap untuk semua bahan baku. Jika ingin mengkampanyekan ikan, tentu masyarakat awam harus tau semua informasi kandungan gizi setiap ikan yang ada di Indonesia. Prof nurjanah dalam orasi ilmiahnya mengatakan bahwa Indonesia masih kekurangan informasi terkait sumber gizi pada ikan sehingga konsumsi ikan masyarakat di Indonesia tergolong rendah. Ditambahkan juga, penulis juga sangat prihatin dengan konsumsi ikan masyarakat indonesia yang masih tergolong kualitas secondary, sedangkan yang kualitas prima diekspor. Harusnya jika sudah memiliki ikan yang cukup, tentunya masyarakat juga harus menikmati ikan yang kualitas prima. Dengan data informasi ikan yang cukup dan didukung dengan kondisi gizi ikan yang jelas serta kualitas prima tentunya gemar makan ikan nasional ini akan berhasil. Begitu juga dengan susu, sumber susu lokal harus diperhatikan stoknya. Pembibitan sapi-sapi berkualitas harus digalakkan, sehingga daya beli masyarakat juga bisa meningkat dan harga bisa terjangkau. Susu yang dikonsumsi juga harus memenuhi standar SNI dari aspek keamanan pangan dan catatan kadaluarsa, sehingga aman dari food born desease.
Dua gerakan ini harus ditunjang dengan kecintaan masyarakat sendiri untuk mengkonsumsi pangan lokal. Hal ini ditunjukkan dengan kedaultan mulut bangsa Indonesia. Masyarakat harus berani lantang untuk cinta produk lokal dan meninggalkan makanan-makanan instan yang tidak menyehatkan dari luar negeri. Kedaulatan mulut akan menentukan gizi yang kita konsumsi. Jika kita mengkonsumsi pangan lokal yang sumbernya jelas bahan bakunya dan halalan toyiban tentunya juga berkorelasi dengan kesehatan. Jika masyarakat sudah aware dengan kesehatan tentunya makanan makanan yang tidak menyehatkan akan menyingkir dengan sendirinya.
Sebagai penutup tulisan ini,  indonesia sehat yang dicanangkan nantinya pada tahun 2019 dalam persiapan dalam menghadapi bonus demografi harus menitikeratkan pada kembalinya kekhasan masyarakat dalam memenuhi mulutnya dengan pangan lokal yang menyehatkan. Gerakan revolusi putih dan gemar makan ikan tidak hanya jadi semboyan kampanye belaka, tetapi menjadi garda terdepan dalam menghidupkan kembali konsep pangan gizi seimbang (semboyan 4 sehat 5 sempurna) untuk indonesia berdaulat.